Minggu, 13 April 2014

Saya Sekangen Itu

Kenyataannya dulu saya pernah bersumpah dalam hati tidak akan pernah mau jika ditawari untuk merasakan kehidupan SMA lagi. Tugas-tugas, bimbel, ketidakpastian saya-kuliah-di-mana-ya-nanti, dan hal-hal menyebalkan lainnya. Ide untuk pergi meninggalkan kota yang saya diami dari kecil untuk merantau dan kemudian tinggal di kosan dekat kampus yang jauh dari rumah adalah sebuah hal yang cukup menarik. Tiap hari saya berdoa, agar masa itu segera datang. Agar saya bisa mandiri. Agar saya bisa melihat dunia luas. Agar masa depan saya lebih terlihat jelas (yah, setidaknya kalau kamu sudah masuk kuliah, bisa mulai memikirkan nanti jadi apa, kan). Agar saya tidak berurusan dengan semua hal yang berbau SMA di sini. Kenyataannya saya pernah jadi manusia seperti itu.

Itu dulu.

Dulu.

Saya menyadari ada yang salah dengan sumpah saya dulu. Saya bukannya tak ingin merasakan kehidupan SMA lagi, saya hanya tak ingin dengan kepastian setelah-sekolah-mau-lanjut-ke-mana-kamu-des. 

Selebihnya, semua membuat saya kangen.

Mempunyai teman-teman kelas 10 yang membantu saya untuk beradaptasi di dunia sekolah menengah atas. Yang membantu saya untuk menganl dan mencoba menerima orang baru. Yang membantu saya saat kita kehilangan salah satu teman sekelas kita, Aan. Dia pasti sudah bahagia ya di atas sana, melihat kita mulai mengejar impian masing-masing, mulai berani untuk menggantungkannya kemudian berusaha mencapainya :D Hei, mungkin saja Aan bisa membantu kita untuk mencapai impian itu. I mean, dia kan bahagia sekarang di atas sana. Yang penting kita jangan pernah lupa berdoa untuknya, ya :’)

Mempunyai temen-temen dua tahun kelas 11 dan 12 yang makin lama makin solid. Yang nyebelin. Yang ngangenin. Yang ngejayus. Yang pinter-pinter. Yang menghibur. Mungkin kalau sudah senja nanti ada pertanyaan untuk saya; “gimana, sih, masa-masa SMA kamu?” mungkin yang saya bisa jawab hanya; “Angsa Senam.”

Dari yang berani bolos bareng-bareng sekelas pas awal semester baru demi BTS. Dari yang selalu deg-degan setiap pelajaran fisika Pak Firdi. Dari yang selalu duduk lesehan di depan kalau pelajaran Pak Jems dan kita semua nyatet rumus alkana, alkena, dan alkuna. Trio kembar itu. Heum, masih ingatkah kalian? Saya, sih, udah lupa hehe. Kuliah udah enggak pernah pake itu lagi :v

Lucu, ya, kalau diliat-liat sekarang kita udah masing-masing belajar suatu hal yang tak lagi sama. Saya selalu senang mendengar apa-apa saja yang dipelajari oleh kalian. Rasanya... ajaib, eh? Kita bisa bertukar informasi tentang apa saja yang ada di dunia ini.

Mempunyai teman seperti Apri. Teman kelas 10 – teman pertama saya di SMA—sekaligus teman SD saya dulu. Kalau kamu tahu, Pri, kamu tuh kayak penyelamat. Di saat saya kira saya hanya sebatang kara di  SMA ini, ternyata ada kamu. Dan kita sekelas. Tuhan memang baik.

Mempunyai teman seperti Arlin. Tablemate kelas 11 dan 12 yang dewa abis. Pernah, ya, kita diem-dieman hampir 6 bulan? Cuma salah paham. Enggak ngerti lagi, padahal masih duduk semeja xD nanti kalau nikah, jangan lupa undang-undang. Jangan lupa juga gaet junior kedokteran di kampus-mu, ya. Eh, masih suka, kan, sama dedek-dedek gitu?

Mempunyai teman seperti Wilda dan Acil. Temen curhat, temen galau (dulu-dulu sih :p), temen nyanyi-nyanyi. Ah, rasanya kita masih membutuhkan banyak waktu untuk dihabiskan bersama.

Mempunyai teman seperti Nia. Cici kebanggan yang enggak yakin- enggak yakin taunya bisa lolos arsi ugm juga. Yang bisa diajak cerita tapi ngasih solusi yang nyadarin, bukan yang hanya nyenengin. Yang bisa diajak ngobrol sepanjang jalan di angkot dari perjalanan pulang tempat bimbel-rumah hampir setiap malem. Yang diajak nyium-nyium bau nasi goreng di pinggir jalan. Golongan darah B yang suka telat bangun kalo janjian jalan-jalan tapi satu-satunya yang bisa ngajarin trik makan enak di D’Cost. Yang suka dengerin cerita saya dan bilang kalau cerita saya kayak novel yang asik dibaca (well, --“). 

Saya hanya lagi kangen dengan semua yang ada di sekolah. Lapangannya, kantinnya, mushola-nya yang kecil dan di atas kantin (fyi, musholla di kampus saya ternyata lebih kecil :v), bahkan saya kangen toilet cewe yang ada wastafelnya itu xD

Kuliah enggak semenyenangkan itu. Jauh dari keluarga enggak sebebas itu. Ngekos enggak semandiri itu. Ada masanya kamu kangen tidur di kasur sendiri, kangen masak di dapur sendiri (walaupun hanya masak mie goreng rendang pake telor), capek harus nyuci-jemur-setrika sendiri. Belum lagi kalau lagi hujan dan kamu lagi di kampus sedangkan jemuran di kosan masih di luar. Oh.

Kalau bisa, saya ingin menarik sumpah saya dulu. Tapi namanya juga penyesalan, datang di akhir. Kalau di awal namanya bukan penyesalan. Perkenalan.


- Deska

Tidak ada komentar:

Posting Komentar