Kenyataannya dulu saya pernah bersumpah dalam hati tidak
akan pernah mau jika ditawari untuk merasakan kehidupan SMA lagi. Tugas-tugas,
bimbel, ketidakpastian saya-kuliah-di-mana-ya-nanti, dan hal-hal menyebalkan
lainnya. Ide untuk pergi meninggalkan kota yang saya diami dari kecil untuk
merantau dan kemudian tinggal di kosan dekat kampus yang jauh dari rumah adalah
sebuah hal yang cukup menarik. Tiap hari saya berdoa, agar masa itu segera
datang. Agar saya bisa mandiri. Agar saya bisa melihat dunia luas. Agar masa
depan saya lebih terlihat jelas (yah, setidaknya kalau kamu sudah masuk kuliah,
bisa mulai memikirkan nanti jadi apa, kan). Agar saya tidak berurusan dengan
semua hal yang berbau SMA di sini. Kenyataannya saya pernah jadi manusia
seperti itu.
Itu dulu.
Dulu.
Saya menyadari ada yang salah dengan sumpah saya dulu. Saya bukannya
tak ingin merasakan kehidupan SMA lagi, saya hanya tak ingin dengan kepastian
setelah-sekolah-mau-lanjut-ke-mana-kamu-des.
Selebihnya, semua membuat saya
kangen.
Mempunyai teman-teman kelas 10 yang membantu saya untuk
beradaptasi di dunia sekolah menengah atas. Yang membantu saya untuk menganl
dan mencoba menerima orang baru. Yang membantu saya saat kita kehilangan salah
satu teman sekelas kita, Aan. Dia pasti sudah bahagia ya di atas sana, melihat
kita mulai mengejar impian masing-masing, mulai berani untuk menggantungkannya
kemudian berusaha mencapainya :D Hei, mungkin saja Aan bisa membantu kita untuk
mencapai impian itu. I mean, dia kan bahagia sekarang di atas sana. Yang
penting kita jangan pernah lupa berdoa untuknya, ya :’)
Mempunyai temen-temen dua tahun kelas 11 dan 12 yang makin
lama makin solid. Yang nyebelin. Yang ngangenin. Yang ngejayus. Yang
pinter-pinter. Yang menghibur. Mungkin kalau sudah senja nanti ada pertanyaan
untuk saya; “gimana, sih, masa-masa SMA kamu?” mungkin yang saya bisa jawab
hanya; “Angsa Senam.”
Dari yang berani bolos bareng-bareng sekelas pas awal
semester baru demi BTS. Dari yang selalu deg-degan setiap pelajaran fisika Pak
Firdi. Dari yang selalu duduk lesehan di depan kalau pelajaran Pak Jems dan
kita semua nyatet rumus alkana, alkena, dan alkuna. Trio kembar itu. Heum,
masih ingatkah kalian? Saya, sih, udah lupa hehe. Kuliah udah enggak pernah
pake itu lagi :v
Lucu, ya, kalau diliat-liat sekarang kita udah masing-masing
belajar suatu hal yang tak lagi sama. Saya selalu senang mendengar apa-apa saja
yang dipelajari oleh kalian. Rasanya... ajaib, eh? Kita bisa bertukar informasi
tentang apa saja yang ada di dunia ini.
Mempunyai teman seperti Apri. Teman kelas 10 – teman pertama
saya di SMA—sekaligus teman SD saya dulu. Kalau kamu tahu, Pri, kamu tuh kayak
penyelamat. Di saat saya kira saya hanya sebatang kara di SMA ini, ternyata ada kamu. Dan kita sekelas.
Tuhan memang baik.
Mempunyai teman seperti Arlin. Tablemate kelas 11 dan 12
yang dewa abis. Pernah, ya, kita diem-dieman hampir 6 bulan? Cuma salah paham.
Enggak ngerti lagi, padahal masih duduk semeja xD nanti kalau nikah, jangan
lupa undang-undang. Jangan lupa juga gaet junior kedokteran di kampus-mu, ya.
Eh, masih suka, kan, sama dedek-dedek gitu?
Mempunyai teman seperti Wilda dan Acil. Temen curhat, temen
galau (dulu-dulu sih :p), temen nyanyi-nyanyi. Ah, rasanya kita masih
membutuhkan banyak waktu untuk dihabiskan bersama.
Mempunyai teman seperti Nia. Cici kebanggan yang enggak
yakin- enggak yakin taunya bisa lolos arsi ugm juga. Yang bisa diajak cerita
tapi ngasih solusi yang nyadarin, bukan yang hanya nyenengin. Yang bisa diajak
ngobrol sepanjang jalan di angkot dari perjalanan pulang tempat bimbel-rumah
hampir setiap malem. Yang diajak nyium-nyium bau nasi goreng di pinggir jalan.
Golongan darah B yang suka telat bangun kalo janjian jalan-jalan tapi
satu-satunya yang bisa ngajarin trik makan enak di D’Cost. Yang suka dengerin
cerita saya dan bilang kalau cerita saya kayak novel yang asik dibaca (well, --“).
Saya hanya lagi kangen dengan semua yang ada di sekolah.
Lapangannya, kantinnya, mushola-nya yang kecil dan di atas kantin (fyi, musholla
di kampus saya ternyata lebih kecil :v), bahkan saya kangen toilet cewe yang
ada wastafelnya itu xD
Kuliah enggak semenyenangkan itu. Jauh dari keluarga enggak
sebebas itu. Ngekos enggak semandiri itu. Ada masanya kamu kangen tidur di
kasur sendiri, kangen masak di dapur sendiri (walaupun hanya masak mie goreng
rendang pake telor), capek harus nyuci-jemur-setrika sendiri. Belum lagi kalau lagi hujan
dan kamu lagi di kampus sedangkan jemuran di kosan masih di luar. Oh.
Kalau bisa, saya ingin menarik sumpah saya dulu. Tapi
namanya juga penyesalan, datang di akhir. Kalau di awal namanya bukan
penyesalan. Perkenalan.
- Deska
Tidak ada komentar:
Posting Komentar