Sabtu, 26 April 2014

Cinta adalah Rasionalitas Sempurna

Di sela-sela waktu yang semakin tipis untuk sekadar tidur atau baca buku (bukan pelajaran), akhirnya gue berhasil membaca dua novel. Hore. Ini sebuah pemecahan rekor :’)

Novel pertama, hasil beli di Detos waktu jalan-jalan sama Ririn minggu lalu. Judulnya The Faults in Our Stars. Kata yang udah baca, sih, bagus. Sampai nangis-nangis bacanya. Well, menurut gue biasa aja :v entahlah, mungkin emang hati gue lagi beku atau gimana (?) Ceritanya cukup bagus, sih. Terus bahasanya juga. Banyak fisalafatnya gitu. Tapi karena filsafat itu, ada beberapa part yang enggak gue mengerti. Atau bisa gue ngerti, kalo udah baca ulang buku History of Psychology dulu. Iya, bahkan di novel pun ada materi pelajaran. Mengerikan.

Novel kedua, hasil minjem di perpus FUSI Jumat kemarin.Fyi,  FUSI itu sejenis ROHIS kalau di sekolah dulu :D buku-bukunya enggak cuma yang berbau islami aja, novel-novel sastra banyak juga :D dan gue menemukan banyak novel yang ingin gue beli hahahahha :D Alhamdulillah, engga usah beli, uang buat beli novelnya bisa buat jajan di kosan :v

Gue minjem novel-nya Tere Liye yang judulnya Sepotong Hati yang Baru. Hm gue pikir ini novel Cuma satu cerita aja. Ternyata ada beberapa potong cerita gitu. Nah salah satu cerita di dalamnya, judulnya Sepotong Hati yang Baru, sama kayak judul bukunya.

Cerita satu itu tuh yang mau gue share haha cocok buat yang galau-galau engga jelas :p

Ceritanya diawali dengan dua tokoh, pria dan wanita, yang sedang bertemu di sebuah tempat favorit mereka. Mereka sedang terlibat percakapan serius. Jadi intinya, saat itu adalah pertemuan pertama mereka setelah beberapa tahun mereka tidak bertemu. Btw, POV cerita ini dari si cowo ya.

Dulu, pria dan wanita ini adalah sepasang kekasih yang serius dan sudah siap untuk menikah. Sudah menyiapkan semuanya. Tinggal menunggu hari H aja. One day, si wanita tiba-tiba bertemu pria asing dan, ya, seperti cerita klasik lainnya, si wanita mencintai pria asing ini. Padahal baru lima hari ketemu. Lima hari yang membawa si wanita semakin mendekat ke hari pernikahannya sebenarnya. Dan ia memutuskan untuk membatalkan pernikahan dengan pacarnya karena ia yakin pria asing yang ia cintai pada pandangan pertama ini adalah cinta sejatinya.

Cewe sekejam itu, ya. Bodoh, percaya aja sama cinta-pada-pandangan-pertama.

Si pria calon mempelai lelaki tentu aja galau. Tapi dia pria yang baik. Tidak bisa juga memaksa wanita ini untuk terus bersamanya. Akhirnya ia memilih untuk merelakan. Merelakan walau hatinya hancur berkeping dan hilang. Ini engga lebay, serius. Ya lo coba bayangin aja kalau ada orang yang mau nikah, terus ditinggal gitu aja demi seseorang dan alasan yang enggak jelas, sakit engga? Belum lagi keluarga harus menahan malu yang amat sangat.

Sampai akhirnya, malam itu si wanita meminta untuk bertemu lagi. And guess what? Yaa, si wanita sepertinya mau kembali lagi. Kayak di film-film, si cowo orang asing itu bukan siapa-siapa dibanding pria yang sekarang sudah jadi mantannya itu. Dengan segala harapan yang masih ada, si wanita mau minta balikan.
Nah, ini part yang gue suka. Gue salin aja langsung dari novel-nya, ya.

“Apakah.. apakah di hati yang baru itu masih tersisa namaku?” Alysa mengangkat wajahnya, cemas mendengar intonasiku.

“Maafkan aku, Alysa. Aku sudah menikah. Bukan dengan seorang yang amat aku cintai, aku inginkan. Tetapi setidaknya ia bisa memberiku sepotong hati yang baru, maafkan aku. Kau lihat. Ini cincin pernikahan kami,batu giok,” aku menelan ludah.

Hening sejenak. Alysa mematung.

Aku mengangkat bahu.

Alysa menyeka ujung-ujung matanya. Mengangguk pelan. Ia tahu persis itu simbol batu kelahiranku. Malam ini semua sungguh terasa menyesakkan. Gadis itu beringsut berdiri dari tempat duduknya, beranjak pergi. 

Maafkan aku, Alysa, aku berbisik pelan menatap selimut gelap lautan. Melepas cincin. Ini bukan cincin milkku. Ini kepunyaan adikku—yang juga menyukai batu giok. Ada gunanya juga memutuskan untuk mengenakan cincin ini sebelum bertemu dengan Alysa. Aku belum menikah. Aku selalu mengharap kau kembali. Selalu. Hingga detik ini. Bahkan minggu-minggu pertama kau pergi aku tega berharap dan berdoa Tuhan menakdirkan pria itu bernasib malang.

Tetapi malam ini, ketika melihat wajah sendumu, mata sembapmu, semua cerita tidak masuk akal itu, aku baru menyadari, cinta bukan sekadar soal memaafkan. Cinta bukan sekadar soal menerima apa adanya. Cinta adalah rasionalitas sempurna.

Jika kau memahami cinta adalah perasaan irasional, sesuatu yang tidak masuk akal, tidak butuh penjelasan, maka cepat atau lembat, luka itu akan menganga kembali. Kau dengan mudah membenarkan apa pun yang terjadi di hati, tanpa tahu, tanpa memberikan kesempatan berpikir bahwa itu boleh jadi karena kau tidak mampu untuk mengendalikan perasaan tersebut. Tidak lebih tidak kurang.

Udah nangkep, kan, yang gue maksud? :)

-          -Deska

2 komentar:

  1. bagus banget nih reviewnya. jadi pengen bacaaaaa. ahhhhh deschaaaaaaaaa beliiiiinnn wkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Munty maaf banget baru liat komennya :(( Aaaak makasih banget :') beliin? gue aja ga punya bukunya, itu kan modal minjem :p

      Hapus