Selasa, 13 Desember 2016

Ganeca

Malam ini sebenarnya biasa aja. Sama seperti malam-malam sebelumnya. Eh, tapi, ada yang beda dikit sih. Tugas-tugas perlahan mulai hilang. Ujian tinggal sisa  satu lagi di semester ini. Terus tadi pas makan malem bareng, tiba-tiba dapet titipan kue mochi dari tante (mama-nya dia) hehe ;) Seneng.

Setelah dipikir-pikir lagi, malam ini agak aneh. Rasanya. Beda aja dari awal dimulainya, sih. Pertama keluar. seperti biasa kita jalan nyusurin jalan margonda buat nyari tempat makan. Rencana awalnya kami memang ingin makan di dua tempat. Tempat pertama untuk makan, tempat kedua untuk minum-minum santai. Tapi awalnya kami dikecewakan dua kali. Tempat pertama yang kami datangi sangat penuh. Hingga waiting list (sekitar 5 nama). Dia memilih untuk mencari tempat lain. Yaudah, pergilah kami ke tempat kedua. Udah masuk, milih tempat-tempat duduk, lihat-lihat menu, manggil mbak-mbak-nya buat order, eh baru dikasih tau kalau hampir semua menu sold out, tinggal snack aja. Kami langsung liat-liatan dengan pandangan: “Lha?!!1!1?? Kenapa enggak bilang dari tadi???” -_-

Yaudah, pergilah kami ke tempat ketiga. Untungnya kali ini enggak mengecewakan. Menu makanan yang kami mau masih ada semua. Setelah kenyang, kami pergi ke tempat kedua. Lagi-lagi, untungnya tempat kedua ini tidak mengecewakan. Masih ada beberapa tempat kosong. Eh, walaupun awalnya agak canggung karena ketemu senior yang dikenal oleh dia juga. Tapi sepertinya si senior enggak lihat kami.

Satu jam lebih kami minum-minum sambil nyemil onion ring. Sambil seperti biasa, aku yang sedang tergila-gila sama duo asal Amsterdam, memperlihatkan dan memperdengarkan lagu-lagu mereka ke dia. Dia, seperti biasa juga, menanggapi dengan baik walaupun aku tahu jenis musik itu bukan yang paling ia sukai. Iya, jenis musik kita agak berbeda. Walaupun (lagi), ada beberapa musik dia yang aku suka, vice versa. Tapi aku salut sama usahanya yang selalu mendengarkan apapun yang sedang aku ceritakan. Kok enggak bosen sih? Kok ada orang kaya kamu? Hehe (diem-diem nangis, nangis terharu dan masih enggak percaya sebenernya).

Pada akhirnya, waktu yang mengakhiri kebersamaan kami. Dia harus pulang, begitu juga aku. Entah kenapa tadi saat jalan pulang rasanya ingin diam saja. Enggak kaya biasanya, aku bawel bercerita apapun yang terlintas dalam pikiran. Tiba-tiba dia berujar,

                “Ngerasa enggak, sih, Des, ini terakhir kita bisa gini-ginian?”

                “Hmm?” aku menanggapi sambil lalu.

               “Ya, nanti aa enggak bisa nganter Deska pulang lagi ke kosan. Enggak bisa jalan di Barel lagi malam-malam buat jemput Deska.”

 Aku terdiam. Iya juga. Sempat luput rasanya dari ingatanku. Tba-tiba semua ke-flashback. Udah 3,5 tahun ya di sini. Tempat yang hampir tiap malam aku gunakan untuk beristirahat. Bener-bener enggak terasa. Rasanya seperti baru kemarin aku pertama kali bermalam di sini, lalu malam berikutnya Arlin ikut menginap untuk OBM di Kampus. Akhir minggu ini aku harus membereskan semua barang-barangku di sini dan membawanya pulang ke rumah. Cepat sekali.

 Aku terdiam. Di kamarku. Dan rasanya berharap hujan turun sekarang agar aku bisa tidur dengan nyenyak malam ini sambil menghirup petrichor terakhirku di sini. 

- Deska

Tidak ada komentar:

Posting Komentar