Senin, 09 November 2015

Hujan

Hujan kemarin akhirnya turun di rumah. Pas banget ketika saya balik untuk istirahat sejenak dari kewajiban peran sebagai mahasiswi. Rasanya seger banget. Petrichor jelas tercium pas air hujan akhirnya membasahi tanah yang udah kering selama beberapa bulan terakhir. 

Mau gimanapun berantakannya jadwal musim panas dan hujan di sini, kalau wilayah sepanas Tangerang udah mulai hujan, itu tandanya udah semakin deket sama akhir tahun. November. Desember. Hehe.

Desember akhirnya datang lagi. Semester 5 udah mau selesai aja. Umur saya juga udah mau ganti kepala :p seperlima abad katanya. Lalu saya jadi sadar, rasanya kok cepet banget ya? Kalau dilihat dari sudut pandang perkembangan, umur saya udah bukan yang remaja lagi. Udah masuk ke peralihan remaja ke dewasa. Peralihan. Yah, welcome adaptation. I hate adaptation, seperti yang selalu saya bilang. Saya engga pernah suka dengan adanya perpindahan. Lelah rasanya harus ngalamin banyak hal, yang padahal kalau dipikir-pikir lagi, berguna untuk masa depan kita sih. Tapi prosesnya itu yang nyebelin. No pain no gain, ryt?

Saat nambah umur nanti, rasanya mau ngelewatin itu semua dengan ketenangan deh. Maksudnya, saya enggak lagi merasa perlu untuk dirayain terlalu berlebih. Ya, kejutan dari orang-orang terdekat tentunya akan sangat berarti sih hehe, tapi saya ingin melewatkan sisa waktunya untuk merenung. Berpikir saya ke depan harus apa. Rasanya banyak bolongan-bolongan dalam rencana masa depan yang harus diisi secepatnya oleh saya. Masih banyak hal yang ingin saya raih, tentu saja.

Saya juga masih punya banyak PR besar, salah satunya mengenal diri sendiri. Semakin saya tahu tentang manusia, semakin saya sadar siapa saya sebenarnya. Terkadang kesadaran itu bikin saya merasa.. er.. takjub? Maksudnya, heran aja gitu, kenapa saya baru sadar sekarang setelah ada di Psikologi. Benar sepertinya kata orang, orang-orang memilih Psikologi sebagai tempat menimba ilmu karena sadar dan tidak sadar memang punya tujuan untuk berobat jalan, haha.

Saya harus akui, banyak hal-hal yang terjadi setahun belakangan ini pada saya. Yang bikin saya sadar; “oh, gue tuh gini ya orangnya”. Kadang engga mudah loh nerima itu hehe. Defense-defense saya masih cukup kuat nampaknya. Tapi tadi, pas mata kuliah Kepribadian, tiba-tiba aja dapat insight. Gimana caranya berdamai sama diri sendiri ataupun masa lalu.

“Ketika kamu sadar ada yang tidak beres pada masa lalu kamu, bawa hal itu ke kesadaran. Bantu dia untuk keluar. Jangan sampai tertekan kembali dalam ketidaksadaran. Bantu masalah itu untuk menyelesaikan dirinya, yang mana itu juga adalah bagian dari kita. Kita harus cukup dewasa menerima bahwa itu memang diri kita. Itu adalah sebagian diri kita yang tidak perlu kita deny karena rasa sakit yang muncul. Saat kamu cukup dewasa dalam menerima itu semua, saat itulah kita selangkah untuk berdamai dengan diri sendiri.”

Well, thanks to Carl Rogers, dan thanks to Mbak Dini yang sudah menyampaikan teori Rogers dengan begitu sederhananya hingga bisa menimbulkan insight dalam diri saya, haha. Jadi teringat perkataan Cici Nia beberapa waktu lalu; 
“Hidup mah cari damainya aja, Cha. Yang penting kita udah ngelakuin apa yang kita bisa dengan tulus. Enggak usah cari imbalan atas apa yang udah kita berikan. Orang lain nerima dengan baik aja udah cukup bahagia kan rasanya? Kalau pun seandainya kita terluka atau dilukai, setidaknya ruginya di orang itu, bukan di kita.”

That’s all.

- Deska.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar