Malam ini sebenarnya biasa aja. Sama seperti malam-malam
sebelumnya. Eh, tapi, ada yang beda dikit sih. Tugas-tugas perlahan mulai
hilang. Ujian tinggal sisa satu lagi di
semester ini. Terus tadi pas makan malem bareng, tiba-tiba dapet titipan kue mochi
dari tante (mama-nya dia) hehe ;) Seneng.
Setelah dipikir-pikir lagi, malam ini agak aneh. Rasanya.
Beda aja dari awal dimulainya, sih. Pertama keluar. seperti biasa kita jalan
nyusurin jalan margonda buat nyari tempat makan. Rencana awalnya kami memang
ingin makan di dua tempat. Tempat pertama untuk makan, tempat kedua untuk minum-minum
santai. Tapi awalnya kami dikecewakan dua kali. Tempat pertama yang kami
datangi sangat penuh. Hingga waiting list
(sekitar 5 nama). Dia memilih untuk mencari tempat lain. Yaudah, pergilah kami
ke tempat kedua. Udah masuk, milih tempat-tempat duduk, lihat-lihat menu,
manggil mbak-mbak-nya buat order, eh
baru dikasih tau kalau hampir semua menu sold
out, tinggal snack aja. Kami
langsung liat-liatan dengan pandangan: “Lha?!!1!1?? Kenapa enggak bilang dari
tadi???” -_-
Yaudah, pergilah kami ke tempat ketiga. Untungnya kali ini
enggak mengecewakan. Menu makanan yang kami mau masih ada semua. Setelah
kenyang, kami pergi ke tempat kedua. Lagi-lagi, untungnya tempat kedua ini
tidak mengecewakan. Masih ada beberapa tempat kosong. Eh, walaupun awalnya agak
canggung karena ketemu senior yang dikenal oleh dia juga. Tapi sepertinya si
senior enggak lihat kami.
Satu jam lebih kami minum-minum sambil nyemil onion ring.
Sambil seperti biasa, aku yang sedang tergila-gila sama duo asal Amsterdam,
memperlihatkan dan memperdengarkan lagu-lagu mereka ke dia. Dia, seperti biasa
juga, menanggapi dengan baik walaupun aku tahu jenis musik itu bukan yang
paling ia sukai. Iya, jenis musik kita agak berbeda. Walaupun (lagi), ada
beberapa musik dia yang aku suka, vice
versa. Tapi aku salut sama usahanya yang selalu mendengarkan apapun yang
sedang aku ceritakan. Kok enggak bosen sih? Kok ada orang kaya kamu? Hehe
(diem-diem nangis, nangis terharu dan masih enggak percaya sebenernya).
Pada akhirnya, waktu yang mengakhiri kebersamaan kami. Dia
harus pulang, begitu juga aku. Entah kenapa tadi saat jalan pulang rasanya ingin
diam saja. Enggak kaya biasanya, aku bawel bercerita apapun yang terlintas
dalam pikiran. Tiba-tiba dia berujar,
“Ngerasa
enggak, sih, Des, ini terakhir kita bisa gini-ginian?”
“Hmm?”
aku menanggapi sambil lalu.
“Ya,
nanti aa enggak bisa nganter Deska pulang lagi ke kosan. Enggak bisa jalan di Barel
lagi malam-malam buat jemput Deska.”
Aku
terdiam. Iya juga. Sempat luput rasanya dari ingatanku. Tba-tiba semua ke-flashback. Udah 3,5 tahun ya di
sini. Tempat yang hampir tiap malam aku gunakan untuk beristirahat. Bener-bener
enggak terasa. Rasanya seperti baru kemarin aku pertama kali bermalam di sini,
lalu malam berikutnya Arlin ikut menginap untuk OBM di Kampus. Akhir minggu ini
aku harus membereskan semua barang-barangku di sini dan membawanya pulang ke
rumah. Cepat sekali.
Aku
terdiam. Di kamarku. Dan rasanya berharap hujan turun sekarang agar aku bisa
tidur dengan nyenyak malam ini sambil menghirup petrichor terakhirku di sini.
- Deska