Minggu, 07 Juni 2015

Opennes, hm?



Pernah engga sih kalian merasakan suatu hal yang kontradikftif dalam waktu yang bersamaan? Misalnya, kalian lagi butuh banget waktu untuk sendiri tapi di sisi lain kalian enggak bener-bener ingin untuk sendiri?

Hahaha. Semenjak belajar di Psikologi, semua hal tuh kayaknya punya jawaban mungkin deh. Ilmu yang ambigu, dasar. Ya, termasuk jawaban di atas. Tinggal mengacu aja ke teori-nya siapa, kita bisa langsung jawab kalau hal-hal kayak gitu mungkin aja terjadi.

Kayak yang gue rasain akhir-akhir ini. Hm, mungkin lebih tepatnya bukan rasain kali, ya, tapi memikirkan. Pikiran ini awalnya juga muncul karena gue dapet tugas untuk mengisi inventori Big Five Theory. Pingin jelasin sih Big Five Theory itu apa tapi takutnya jadi kepanjangan haha. Intinya inventori itu digunakan untuk melihat bagaimana kepribadian kita berdasarkan lima faktor yang ada dalam teori tersebut, yaitu Opennes to Experience, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness, dan Neuroticism (OCEAN). Kalau ada yang minat cari tahu lebih lanjut bisa klik di sini :)

Nah, kenapa jadi ada teori-teorinya gini, hal ini karena gue mau bahas tentang salah satu dari faktor itu haha. Tapi tenang, gue engga akan bahas dengan bahasa ilmiah yang serius-serius banget kok. Gue juga udah lelah bikin paper, makalah, skripsi (eh ini mah belom) selama kuliah kemarin. Liburan sejenak lah ya hehehehe.

Jadi gue ingin membahas tentang faktor opennes to experience dalam Big Five Theory ini. Seperti yang sudah gue duga, nilai gue di sini rendah. Bahkan bisa dibilang sangat rendah. Hal ini bisa diinterpretasikan kalau keterbukaan akan pengalaman gue sangat rendah. Hahaha. Iya sih bener banget. Gue orangnya yang se-konvensional-itu. Sangat cinta dengan rutinitas. Paling gak bisa menghadapi situasi perubahan yang amat mendadak kalau bukan karena sebab yang jelas. Berubah sedikit langsung stres.  Belum apa-apa langsung takut engga bisa menghadapi situasi baru nanti. Ya, gue secemen itu. Makanya gue sangat mengamini hasil yang gue dapet kalau, yah, keterbukaan gue akan suatu hal sangat rendah.

Tapi, beberapa hari ini yang maksa gue untuk mikir ulang hal di atas. Apa iya opennes gue rendah? Berarti gue enggak suka sama hal-hal baru? Masa sih?

Karena gue tiba-tiba keinget aja apa yang udah pernah gue lakuin bareng a maul. Eya ceritanya lagi mengenang sembari LDR. Tapi ya sejauh apa yang gue inget, banyak banget kegiatan yang kita lakuin bareng tuh adalah pengalaman gue yang baru. Dari mulai diajakin nonton film di TIM tiba-tiba, makan nasgor pinggir jalan di Menteng, lari pagi bareng, ke Ragunan, Kebun Raya, Kota Tua, Gramed Matraman, Kedubes Belanda, masuk-masuk semua wilayah kosan yang ada di kampus (Woah banyak juga ya)... Se-random itu dan gue senang-senang aja. Bahkan ya gue pernah diajak main PS bareng di tengah Lippo pas  aa main ke sini waktu itu. Tiba-tiba aja gitu liat rental PS di tengah mall dan langsung diajak main. Dan semua hal itu sangat mengasyikkan dan gak bikin gue takut ataupun cemas. Lalu gue mulai bertanya-tanya... apakah gue mempunyai kepribadian ganda? 

Hmm. Engga semudah itu mutusin seseorang punya kepribadian ganda hanya karena punya sifat bertolak belakang gitu sih. Suka kesel deh sama orang yang suka seenaknya kasih label orang ini tuh gini atau orang itu tuh gitu tanpa tahu yang sebenarnya terlebih dahulu. Lah gue kenapa jadi marah-marah, ya.

Dari penjabaran di atas, gue punya asumsi sih atas pertanyaan yang ada. Mungkin gue engga ngerasa takut/cemas dan cenderung bersemangat karena ngelakuinnya enggak sendiri. Bareng aa. Yang gue yakin sih dia bisa jaga gue dengan baik. Uuuuu. 

Dah lanjut. Ya jadi mungkin opennes gue akan meningkat kalau gue melakukannya bersama orang-orang terdekat yang udah gue percayai. Ada tempat bergantung gitu istilahnya. Cie.

Dah ah ini tulisan kok jadi engga konsisten hahaha maafin. Doain selama liburan bisa produktif nulis di sini ya ;)

- Deska